Sudah melewati 1 tahun lebih 3 bulan hidup sebagai perantau di Sumatera. Rasanya menjadi kesedihan tersendiri meninggalkan orangtua dan kampung halaman termasuk saya agak susah mencari pendamping yang pas di kehidupan baru. Jarang ada seseorang yang mau diajak hubungan jarak jauh (kok malah curhat ya ? Oke balik lagi ke judul..)
Jogjakarta sudah jadi bagian dalam hidup saya. Jelas, karena saya lahir disana. Kedua orangtua juga disana meskipun ibu berasal dari Sumatera namun sekarang sudah tidak terlihat lagi sumatera-nya karena lidahnya berbahasa jawa lebih cihui ketimbang saya. Tinggal di daerah yang dikatakan dekat dengan Gunung Merapi (kebayang kan bagaimana dinginnya...). Daerah yang dikatakan agak bikin was-was kalau Gunung Merapi lagi batuk-batuk. Namun sekarang hal tersebut jadi hal yang biasa.
Desember atau Juni setiap tahun pasti sangat dinantikan karena bisa kembali ke kampung halaman. Bertemu dengan sahabat dan kawan-kawan sepermainan. Hanya sekedar nongkrong ataupun ngopi saja sudah lebih dari cukup ketimbang harus berada di kafe yang mahal. Gak peduli dimanapun tempatnya asalkan bisa berbincang dengan sahabat.
Katanya Jogjakarta kemarin berulang tahun atau tepatnya tanggal 7 Oktober 2014 berulang tahun ke 258 (ternyata tua juga ya kotaku itu..). Masih terbayang dari sisi saya sebagai perantau, kenikmatan gudeg, main dialun - alun, jalan - jalan di malioboro, memburu candi yang tersembunyi, menikmati sunset di pantai sepanjang pesisir selatan Jogjakarta, makan nasi kucing ditambah es teh ataupun sekedar melewati beringin tua untuk membuktikan mitos masyarakat.
Kecintaan terhadap Jogjakarta teramat sangat besar, semoga di ulang tahun Jogjakarta ke 258 ini tidak ada lagi permusuhan antar suku, agama, ras dan budaya yang terjadi di kota Pelajar, tidak ada lagi bencana dan masalah sosial yang mengancam kehidupan masyarakat disana. Semoga Jogjakarta semakin WELCOME terhadap orang-orang yang berkecimpung masuk ke dalam Jogjakarta.
I LOVE YOU... JOGJAKARTA !!!
Perantau, Batam
No comments:
Post a Comment